Monthly Archives: Februari 2011

MEMOTONG RAMBUT DAN KUKU KETIKA HAIDH DAN JUNUB (HUKUM_FIQH)

Tentang memotong kuku dan rambut bagi orang yang sedang junub dan haidh (hadats besar), terdapat perbedaan pendapat :

  1. Tidak boleh
  2. Berkata Al – Ghazaly,

    ولا ينبغي أن يحلق أو يقلم أو يستحد أو يخرج الدم أو يبين من نفسه جزءاً وهو جنب؛ إذ ترد إليه سائر أجزائه في الآخرة فيعود جنباً، ويقال إن كل شعرة تطالبه بجنابتها

    Dan hendaklah dia tidak bercukur, memotong kukunya, mengasah pisau (untuk bercukur), menyebabkan darah mengalir atau memperlihatkan bagian tubuhnya ketika dia dalam keadaan junub (hadats besar), demikian ini karena semua bagian tubuh akan dikembalikan seperti semula pada hari kiamat nanti, dan akan kembali dalam keadaan hadats besar. Dikatakan, setiap rambut akan menuntut atas janabatnya.

    Apa yang disebutkan dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin tersebut bagi manjadi dasar haramnya memotong rambut dan kuku bagi orang junub dan wanita yang sedang haidh (hadats besar). Berdasarkan pendapat tersebut sebagian maka wanita yang haidh ataupun orang junub biasanya menyimpan rambut atau kuku  yang terpotong untuk kemudian pada saat mandi janabah nanti ikut dibersihkan.

  3. Boleh
  4. Tidak ada dalil baik dalam Kitabullah maupun Hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang secara sharih (tegas) tentang tidak bolehnya wanita memotong kuku dan rambut saat haidh. Dalil yang ada adalah pendapat para ulama, dengan mengaitkan kewajiban membasahi seluruh tubuh dengan air saat mandi janabah. Pendapat Imam Ghazaly yang melarang memotong rambut dan kuku bagi orang junub dan wanita yang sedang haidh adalah pendapat yang tidak berdasarkan kepada nash-nash yang shahih baik itu dari Al Qur’an,  Hadits yang shahih ataupun dari Ijma kaum muslimin. Pendapat Al – Ghazaly tersebut juga bertentangan dengan apa yang diriwayatkan oleh Al – Bukhary dalam Fathul Bary :

    قال عطاء يحتجم الجنب ، ويقلم أظافره ، ويحلق رأسه ، وإن لم يتوضأ

    Berkata `Atha’: “Orang junub itu boleh berbekam, memotong kuku dan memangkas rambut walau tanpa wudhu lebih dahulu.”

    Sayyid Sabiq dalam Fiqhus-Sunnah menyatakan :

    يجوز للجنب والحائض إزالة الشعر ، وقص الظفر والخروج إلى السوق وغيره من غير كراهية

    “Diperbolehkannya bagi orang yang junub dan haidl untuk menghilangkan/ memotong rambut, memotong kuku, pergi ke pasar, dan selainnya tanpa ada sisi kemakruhan”.

Sedangkan Hadits Nabi

عن عَلِيٍّ رَضِيَ اَللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعْرَةٍ مِنْ جَنَابَةٍ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ فَعَلَ اللهُ بِهِ كَذَا وَ كَذَا مِنَ النَّارِ (رَوَاهُ اَحْمَدُ وَ اَبُو دَاوُدَ

Ali Karramallahu Wajhahu berkata : “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Barang siapa meninggalkan satu tempat dari rambutnya hingga tidak terkena air ketika mandi dari janabah, Allah akan memberinya siksaan sedemikian rupa dalam neraka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Hadits tersebut adalah hadits tentang kesempurnaan dalam melaksanaan mandi karena hadats besar dan tidak berkait dengan hukum memotong rambut dan kuku bagi orang yang sedang junub dan haidh (hadats besar)

Tanpa merendahkan pendapat yang menetapkan hukum memotong rambut dan kuku bagi orang yang sedang junub dan haidh (hadats besar), tentunya wajib bagi setiap muslim untuk bertahkim kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan kembali kepada dua pedoman tersebut dalam menyelesaikan perbedaan.

Apa yang disebutkan oleh al – Bukhary adalah dalil yang kuat untuk menetapkan bahwa memotong rambut dan kuku bagi orang yang sedang junub dan haidh (hadats besar) adalah boleh. Sedangkan perkataan Al – Ghazaly tidak dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan perbuatan memotong rambut dan kuku bagi orang yang sedang junub dan haidh (hadats besar), karena perkataan itu adalah perkataan berdasarkan pendapat yang tidak berdasar kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Wallahu A’lam bish-shawab.

TINGGALKAN YANG HARAM, PASTI ALLAH MENDATANGKAN KEPADAMU KEBAIKAN

إِنَّكَ لاَ تَدَع شَيْئاً إِتِّقَاءَ الله تَعَالَى إلاَّ أعطَاكَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْراً مِنْهُ

“Sesungguhnya tidaklah kamu meninggalkan sesuatu karena takut kepad Allah melainkan pasti Allah ‘azza wa jalla akan memberikan kepadamu sesuatu yang lebih baik (dari yang kamu tinggalkan)” (HR. Ahmad)

Keyakinan bahwa Allah akan mengganti setiap kejelekan yang ditinggalkan  oleh hambaNya itu di berbagai lapisan masyarakat tampaknya mulai memudar. Apa yang terjadi di berbagai tempat dan di banyak bidang pekerjaan adalah ketidakyakinan, keraguan, atau bahkan –na’udzubillah- ketidakpercayaan terhadap janji Allah yang disampaikan melalui lisan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihatlah betapa mudahnya orang menerima atau bahkan mencari rezeki haram karena takut tidak mendapatkan rezeki halal. Orang yang menyuap misalnya sering mengatakan “kalau tidak begini kita tidak akan mendapatkan pekerjaan dan penghasilan.” Sebuah lembaga kadang rela mengeluarkan biaya pelicin untuk mendapatkan sumbangan dengan dalih “Jika tidak mengeluarkan biaya pelicin maka tidak akan dapat sumbangan.” Tidak jarang pekerja wanita rela melakukan hal haram dengan membuka aurat juga dengan alasan “Kalau tidak begini, darimana kita dapat pekerjaan dan darimana bisa makan?” Pengusaha proyek bangunanpun memiliki alasan yang sama “harus ada uang pelicin atau tidak mendapatkan proyek.”

“Apakah setelah melakukan pekerjaan haram itu lantas mereka mendapatkan sumbangan, pekerjaan, harta?” Tentu jawabannya hampir bisa dipastikan “ya.” Faktanya memang benar bahwa dengan melakukan perbuatan – perbuatan haram itu mereka mendapatkan apa yang mereka harapkan. Hanya saja jika pertanyaannya adalah “apakah dengan melakukan pekerjaan haram itu mereka akan mendapatkan yang halal dan baik?” Maka jawaban jujur dari hati yang tidak pernah berbohong pasti berbunyi “Tidak.” Bukankah telah jelas tentang halal dan haram? Bukankah juga telah jelas peraturan negara tentang larangan suap dalam segala bidang? Akhirnya harus diakui bahwa memudarnya keyakinan akan datangnya balasan yang lebih baik bagi orang yang meninggalkan kejelekan adalah fakta telanjang.

Orang – orang yang masih memiliki iman pasti akan memberontak dengan keras perilaku – perilaku yang merendahkan janji Allah yang tidak mungkin Dia ingkari. Jiwa – jiwa yang tenang dalam keimanan pasti akan bertanya – tanya bagaimana mungkin janji Allah yang begitu mulia diabaikan begitu saja hanya demi membela kepentingan hawa nafsu duniawi fana? Sekali lagi perhatikan perkataan sebagian orang “kalau tidak nyogok begini kita tidak akan mendapatkan pekerjaan dan penghasilan.” “Jika tidak mengeluarkan biaya suap maka tidak akan dapat sumbangan.” “Kalau tidak membuka aurat begini, darimana kita dapat pekerjaan dan darimana bisa makan?” “Harus ada uang pelicin atau tidak mendapatkan proyek.”

Astaghfirullah, Sudah begitu hebatkah manusia ini sehingga sebagian mereka diperlakukan bak tuhan yang mampu mendatangkan rezeki? Sudah begitu hebatkah manusia ini sehingga sebagian lain dari mereka tidak merasa nikmat dengan kebaikan yang akan datang dari Allah?

Astaghfirullah,

Bukankah lisan kita telah fasih berdzikir لله ما في السماوات ومافي الأرض (Milik Allah, segala sesuatu yang ada di langit dan segala sesuatu yang ada di bumi )?

Bukankah kita juga mengucapkan اللهم لامانع لماأعطيت ولامعطي لمامنعت (Ya Allah, tidak ada satupun yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada satupun yang dapat memberikan sesuatu yang Engkau halangi)?

Dan sudah tidak asing bagi kita ucapan  لاحول ولاقوة إلابالله العلي العظيم (Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung)?

Subhanallah, sesungguhnya Allah telah memberikan contoh,  Yusuf ‘alaihissalam, Nabiyyullah yang memilih penjara daripada menerima tawaran zina dengan wanita cantik dan kaya, kemudian Allah memberikan kepada Yusuf pengganti yang lebih baik berupa kekuasaan yang tinggi dalam kerajaan dan istri yang mulia.

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ الْجَاهِلِينَ* فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ* ثُمَّ بَدَا لَهُم مِّن بَعْدِ مَا رَأَوُاْ الآيَاتِ لَيَسْجُنُنَّهُ حَتَّى حِينٍ

33.  Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih Aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu Aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah Aku termasuk orang-orang yang bodoh.” 34.  Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf dan dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. 35.  Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai sesuatu waktu. (Yusuf, 33 – 35)

وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاء نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَن نَّشَاء وَلاَ نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ* وَلَأَجْرُ الآخِرَةِ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ

56.  Dan Demikianlah kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (Dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. kami melimpahkan rahmat kami kepada siapa yang kami kehendaki dan kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. 57.  Dan Sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa. (Yusuf, 56 – 57)

Allah juga telah memberikan contoh, Sulaiman ‘alaihissalam yang dapat menguasi angin sebagai kendaraan yang mengantarkannya dengan cepat kemana dia tuju setelah Sulaiman meninggalkan 20.000,- kuda pilihan (ash-shafinat) karena kuda-kuda pilihan itu menghambatnya untuk beribadah kepada Allah.

وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ* إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ* فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَن ذِكْرِ رَبِّي حَتَّى تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ* رُدُّوهَا عَلَيَّ فَطَفِقَ مَسْحًا بِالسُّوقِ وَالأَعْنَاقِ* وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَانَ وَأَلْقَيْنَا عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا ثُمَّ أَنَابَ* قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لّا يَنبَغِي لِأَحَدٍ مِّنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ* فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ

30.  Dan kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik- baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya), 31.  (Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore, 32.  Maka ia berkata: “Sesungguhnya Aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga Aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan”. 33.  “Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku”. lalu ia potong kaki dan leher kuda itu. 34.  Dan Sesungguhnya kami Telah menguji Sulaiman dan kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah Karena sakit), Kemudian ia bertaubat. 35.  Ia berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah Aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi”. 36.  Kemudian kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakiNya. (Shaad, 30 – 36)

Kurang sempurnakah contoh – contoh itu sebagai bukti sabda Nabi Sesungguhnya tidaklah kamu meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah melainkan pasti Allah ‘azza wa jalla akan memberikan kepadamu sesuatu yang lebih baik?

Perhatikanlah bagaimana Allah menghancurkan kaum yang memilih untuk melakukan perbuatan maksiat. Allah telah mengutuk orang – orang dari Bani Isra’il menjadi kera – kera yang hina karena mereka melanggar larangan Allah untuk mencari ikan di hari Sabtu. Bukankah mereka juga mencari ikan di hari terlarang itu karena takut tidak mendapat ikan yang banyak pada hari yang lain?

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُواْ قِرَدَةً خَاسِئِينَ* فَجَعَلْنَاهَا نَكَالاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِينَ

65.  Dan Sesungguhnya Telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina”. 66.  Maka kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang Kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (al – Baqarah 65 – 66)

وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعاً وَيَوْمَ لاَ يَسْبِتُونَ لاَ تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُم بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ* وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِّنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُواْ مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ* فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ أَنجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُواْ بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُواْ يَفْسُقُونَ* فَلَمَّا عَتَوْا عَن مَّا نُهُواْ عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُواْ قِرَدَةً خَاسِئِينَ

163.  Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. 164.  Dan (Ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa. 165.  Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. 166.  Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina. (al-A’raf 163 – 166)

Allah telah menghancurkan orang – orang dari kaum Nabi Luth ‘Alaihis Salam kaarena mereka menolak perintah Allah untuk berhubungan sex yang dihalalkan dengan lain jenis dan lebih memilih hubungan sex sejenis (homosex).

وَلَمَّا جَاءَتْ رُسُلُنَا لُوطًا سِيءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعًا وَقَالَ هَذَا يَوْمٌ عَصِيبٌ* وَجَاءَهُ قَوْمُهُ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ وَمِن قَبْلُ كَانُواْ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ قَالَ يَا قَوْمِ هَؤُلاء بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ فَاتَّقُواْ اللَّهَ وَلاَ تُخْزُونِ فِي ضَيْفِي أَلَيْسَ مِنكُمْ رَجُلٌ رَّشِيدٌ* قَالُواْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِي بَنَاتِكَ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيدُ* قَالَ لَوْ أَنَّ لِي بِكُمْ قُوَّةً أَوْ آوِي إِلَى رُكْنٍ شَدِيدٍ* قَالُواْ يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَن يَصِلُواْ إِلَيْكَ فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِّنَ اللَّيْلِ وَلاَ يَلْتَفِتْ مِنكُمْ أَحَدٌ إِلاَّ امْرَأَتَكَ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ* فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ مَّنضُودٍ

77.  Dan tatkala datang utusan-utusan kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya Karena kedatangan mereka, dan dia berkata: “Ini adalah hari yang amat sulit.” 78.  Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji (homosexual). Luth berkata: “Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih Suci bagimu, Maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. tidak Adakah di antaramu seorang yang berakal?” 79.  Mereka menjawab: “Sesungguhnya kamu Telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu; dan Sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang Sebenarnya kami kehendaki.” 80.  Luth berkata: “Seandainya Aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau Aku dapat berlindung kepada keluarga yang Kuat (tentu Aku lakukan).” 81.  Para utusan (malaikat) berkata: “Hai Luth, Sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka Karena Sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?” 82.  Maka tatkala datang azab kami, kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, 83.  Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim. (Hud : 77 – 82)

Allah telah menurunkan adzabNya pada kaum di negeri Madyan ketika mereka tidak mentaati perintah Allah yang disampaikan melalui lisan Nabi Syu’aib ‘Alaihis Salam agar mereka hanya menyembah Allah dan jujur dalam takaran dan timbangan. Mereka menolak panggilan Nabi Syu’aib dengan anggapan bahwa mengikuti ajarannya hanya akan mendatangkan kerugian. Mereka memilih untuk tetap melakukan kecurangan dalam takaran dan timbangan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

وَقَالَ الْمَلأُ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَوْمِهِ لَئِنِ اتَّبَعْتُمْ شُعَيْبًا إِنَّكُمْ إِذَاً لَّخَاسِرُونَ* فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُواْ فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ* الَّذِينَ كَذَّبُواْ شُعَيْبًا كَأَن لَّمْ يَغْنَوْا فِيهَا الَّذِينَ كَذَّبُواْ شُعَيْبًا كَانُواْ هُمُ الْخَاسِرِينَ* فَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا قَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ فَكَيْفَ آسَى عَلَى قَوْمٍ كَافِرِينَ

90.  Pemuka-pemuka kaum Syu’aib yang kafir Berkata (kepada sesamanya): “Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syu’aib, tentu kamu jika berbuat demikian (menjadi) orang-orang yang merugi”. 91.  Kemudian mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka, 92.  (yaitu) orang-orang yang mendustakan Syu’aib seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu; orang-orang yang mendustakan Syu’aib mereka Itulah orang-orang yang merugi . 93.  Maka Syu’aib meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku, Sesungguhnya Aku Telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan Aku Telah memberi nasehat kepadamu. Maka bagaimana Aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?” (al –A’raf : 90-93)

BUKTIKAN CINTA RASUL DENGAN TAAT

CINTAKAH KAMU KEPADA RASULULLAH

ففي الصحيحين عن أنس رض الله عنه قال جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال “يا رسول الله متى الساعة؟” قال “وماذا أعدت لها” قال: “ما أعدت لها كثير عمل إلا أنني أحب الله ورسوله” قال النبي صلى الله عليه وسلم “اَلْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ” يقول أنس فما فرحنا بشي كفرحنا بقول النبي صلى الله عليه وسلم المرء مع من أحب ثم قال “وَأنَا أُحِبُّ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللهُ عَليهِ وَسلَّم وَأباَ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَأَرْجُو اللهَ أَنْ أحشرَ مَعَهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمثْلِ أعْمَالِهمْ

Anas bin Malik bahwa seorang laki – laki mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan bertanya kepada beliau “Kapankah datangnya Hari Qiyamat?” Nabi Berkata “Apa yang telah kamu persiapkan (untuk menghadapi hari Qiyamat)?” Laki – laki itu menjawab Tiddak banyak amal yang aku persiapkan tetapi aku mencitai Allah dan RasulNya” Nabi berkata “Seseorang (akan dikumpulkan) bersama orang yang ia cinta.i” Anas bin Malikpun berkata “Tidak ada kegembiraan bagi orang – orang Islam melebihi kegembiraan mereka dengan hadits Nabi ini, dan aku mencintai Rasululah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Abu Bakar, dan Umar yang dengan cinta itu aku berharap agar aku dikumpulkan bersama mereka meskipun aku tidak (mampu) menyamai amalan mereka.”

Sebagian salaf berkata: ”Ada kaum yang mengaku bahwa mereka mencitai Allah. Maka Allah menurunkan firmannya (Ali Imron:31)

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Berkata Al-Qurtuby “Tsauban adalah seorang yang sangat mencintai Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Pada suatu hari dia mendatangi Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, rona mukanya berubah menampakkan kesedihan. Rasulullah bertanya kepadanya “Apakah gerangan yang telah merubah warna wajahmu?” Tsauban menjawab “Ya Rasulallah, tidak ada bahaya menimpaku dan aku juga tidak sedang sakit, hanya saja jika aku tidak melihatmu maka aku sangat merindukanmu dan (karena rinduku itu) aku benar-benar gelisah sampai aku bertemu denganmu. Ketika aku merenungkan, mengingat akan akhirat, aku takut tidak bisa lagi melihatmu di sana karena engkau ya Rasullallah akan ditempatkan di tempat yang tinggi bersama para Nabi. Sedangkan aku, kalaulah aku dimasukkan surga, maka aku akan menempati surga yang jauh lebih rendah dari tempatmu, dan kalau aku dimasukkan neraka, maka selamanya aku tidak akan bisa lagi melihatmu.” Maka Allah menurunkan firmannya (an-Nisa’:69)

وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرّسُولَ فَأُوْلَـَئِكَ مَعَ الّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مّنَ النّبِيّينَ وَالصّدّيقِينَ وَالشّهَدَآءِ وَالصّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـَئِكَ رَفِيقاً

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin[314], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.